Jombang,Padasukatv.com.– Lestarikan budaya silaturahim, keluarga besar KH.Wahab Chasbullah (Mbah Wahab), salah satu pendiri dan penggerak NU menggelar Halal Bihalal di Pendopo Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Hadir pada kesempatan tersebut, Bupati Kabupaten Jombang, Ibu Nyai Hj. Mundjidah, Ibu Nyai Hj. Hizbiah, Ibu Nyai Hj. Machfudhoh, KH. Hasib Wahab, keempatnya adalah putra – putri dari Mbah Wahab. Selain itu hadir Ketua Umum DPP PKB, Gus Muhaimin Iskandar, Gus Halim Iskandar, Menteri Desa dan Transmigrasi serta Gus Syaifuddin, Ketua PCNU Jakarta Pusat sekaligus cucu mantu Mbah Wahab.
“Alhamdulillah keluarga besar Mbah Wahab dan masyarakat Jombang beserta pejabat lainnya, seperti Gus Muhaimin, Gus Halim bisa melakukan Halal Bihalal di Pendopo Kabupetan Jombang. Selain Gus Muhamin, kami juga ber-Halal Bihalal dengan Gubernur Jawa Timur, Ibu Khofifah. Halal Bihalal adalah ajang silaturahim yang digagas Mbah Wahab kala itu untuk mempersatukan elit politik yang bertikai,” ungkap Gus Syaifuddin.
Gus Syaifuddin (kiri) bersama Gus Muhaimin Iskandar, Ketum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
Lebih lanjut Gus Syaifuddin mengatakan konflik elit politik pada tahun 1948 mengkhawatirkan dan mengancam disintegrasi bangsa. Kala itu muncul gerakan Darul Islam (DI) atau Tentara Islam Indonesia (TII), Partai Komunis Indonesia atau PKI Madiun yang membuat Bung Karno resah.
“Bung Karno akhirnya memanggil KH Abdul Wahab Chasbullah ke Istana Negara di pertengahan bulan Ramadhan 1948 untuk dimintai pendapat. Mbah Wahab memberi saran agar diselengagrakan silaturahim nasional, sebab sebentar lagi Hari Raya Idul Fitri, di mana seluruh umat Islam disunahkan bersilaturahim,” ungkap Gus Syaifuddin.
Lalu Bung Karno, lanjut Gus Syaifuddin menjawab: “Silaturahim kan biasa, saya ingin istilah yang lain.” “Itu gampang,” kata Kiai Wahab. “Begini, para elit politik tidak mau bersatu, itu karena mereka saling menyalahkan. Saling menyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan. Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturahim nanti kita pakai istilah ‘halal bihalal,” jelas Kiai Wahab.
Dari saran Mbah Wahab itulah, kemudian Bung Karno pada Hari Raya Idul Fitri 1948 mengundang semua tokoh politik untuk datang ke Istana Negara menghadiri silaturahim dengan tajuk “Halal Bihalal”. Akhirnya para tokoh yang bertikai bisa duduk dalam satu meja, sebagai babak baru untuk menyusun kekuatan dan persatuan bangsa dibawah paying NKRI.
“Itulah cara brilian Mbah Wahab dan Bung Karno menyelesaikan konflik dengan riang gembira. Sampai kini istilah halal bihalal menjadi budaya umat islam bersilaturahim setelah hari raya. Tak ada persoalan yang tak bisa diselesaikan jika semua tokoh elit politik berdialog dan menjaga silaturahim, seperti yang dicontohkan Mbah Wahab dan Bung Karno,” ungkap Gus Syaifuddin.
Gus Syaifuddin dan Istri (kanan) Bersama Gubernur Jawa Timur Ibu Hj. Khofifah Indar Parawansa
Gus Syaifuddin berharap kontestasi pemilu serentak dan Pilpres 2024 bisa berjalan dengan damai, memegang etika politik dan kesantunan serta berpergang teguh pada Pancasila dan semboyan Bhineka Tunggal Ika. “Mari berkompetisi dengan sehat dan tetap mengedepankan persatuan dan kesatuan,” tutup Gus Syaifuddin.
Selanjutnya kisah dan sejarah Halal Bihalal bisa Anda simak dalam Podcast PadasukaTV.